Belajar dari Tragedi Alastlogo
Oleh Agung Dwi Astika, SH
Peristiwa
penembakan warga sipil oleh aparat TNI AL di Desa Alastlogo,Kecamatan
Lekok, Kabupaten Pasuruan Jawa Timur pada hari rabu,30 Mei 2007
yang menewaskan Mistin, Utam, Kotijah dan Rohman, serta luka-luka
berat yang dialami oleh delapan warga sipil lainnya menjadi catatan
hitam perjalanan reformasi TNI di Indonesia. Tragedi alastlogo adalah
implikasi namun hal terpenting yang mesti dilihat adalah asal mula
mengapa tragedi ini harus terjadi?
Peristiwa ini
dilatar belakangi oleh sengketa tanah seluas 539 hektar di sebelas desa
di kecamatan lekok. Warga membutuhkan tanah sebagai lahan garapan.
Tanah bagi warga adalah kehidupan karena dari tanah rantai
keberlangsungan hidup mereka terus berlangsung. Namun, menjadi ironi
jika tanah yang sejatinya wajib digunakan untuk kepentingan rakyat
justru jadi biang konflik dengan institusi TNI AL. Disinilah letak
kontradiksi tersebut. Di balik peristiwa ini rupanya ada persoalan
mengenai bisnis militer, dimana lahan tersebut disewakan oleh TNI AL
kepada pihak ketiga yaitu PT Rajawali Nusantara yang akan ditanami
tebu. Konflik-konflik seperti ini kiranya akan berpeluang muncul
mengingat bisnis-bisnis militer memang di legalkan.
Salah
satu alasan klasik yang sering diucapkan petinggi militer dalam
pengelolaan bisnis-bisnis militer adalah kurangnya anggaran belanja yang
dialokasikan kepada mereka melalui departemen pertahanan. Kurangnya
anggaran disertai dengan keinginan untuk mensejahterakan anggotanya,
menyebabkan kalangan militer berusaha mencari sumber pendanaan melalui
kegiatan-kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan tugas TNI sebagai
alat pertahanan negara. Meski telah berlangsung lama,namun tujuan
untuk mensejahterahkan prajurit masih belum pernah terwujud.
Sehingga
pelajaran terpenting dari tragedi alastlogo adalah bahwa yang selalu
menjadi korban adalah masyarakat kecil dan prajurit berpangkat rendah.
Bisnis Militer
Sampai
saat ini belum ada satu peraturan perundang-undangan apapun yang
menjelaskan pengertian bisnis militer, sehingga sering menimbulkan
berbagai tafsiran terhadap bentuk, kegiatan, dan aktifitas militer baik
perorangan maupun institusi yang berkategori bisnis. Untuk lebih
memudahkan dan mempersamakan persepsi kita tentang bisnis militer. Bisa
meminjam pendapat Laksda TNI (pur) IGD Artjana dalam makalahnya yang
berjudul Bisnis Militer; Tantangan dan Harapan definisi yang ditawarkan
adalah sebagai berikut :
Bisnis militer adalah
serangkaian kegiatan militer atau pihak lain yang mempunyai hubungan
langsung yang memanfaatkan kebijaksanaan pejabat publik baik dipusat
maupun didaerah, fasilitas, aset serta sarana dan prasarana militer
dalam kegiatan ekonomi baik dalam bentuk produksi maupun distribusi,
pengadaan barang /jasa yang hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan
pelaksanaan tugas TNI yang kesemuanya di administrasikan dan
diberlakukan sebagai kekayaan yang dipisahkan serta dikelola dan
dipertanggungjawabkan sesuai prinsip-prinsip keuangan negara
Berdasarkan pengertian tersebut diatas maka bentuk-bentuk bisnis militer adalah :
- Bisnis militer dalam wadah Institusional, meliputi yayasan-yayasan yang ada disetiap Angkatan dan Polri berikut sejumlah perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam holding company atau proyek terkait yang berada di luar holding company.
- Bisnis militer dalam wadah struktural organisasi militer, meliputi sejumlah koperasi yang tersebar diberbagai satuan dan komando berikut mitra usahanya.
- Bisnis-bisnis militer non-institusional, yaitu sejumlah perusahaan milik keluarga pejabat atau mantan pejabat TNI yang dalam melaksanakan bisnisnya memiliki hubungan emosional dan hubungan moril dengan instansi militer.
- Bisnis militer yang dikemas dalam bentuk operasi bhakti, yaitu memanfaatkan sarana, prasarana serta personil militer dengan memperoleh imbalan yang hasilnya sebagian atau seluruhnya digunakan untuk kesiapan operasional atau kesejahteraan personil.
Tentunya apa yang diuraiakan diatas adalah bisnis-bisnis
militer yang dibenarkan atau dilegalkan . Kenyataan akan belum
terwujudnya kesejahteraan prajurit ini menyebabkan bannyaknya
oknum-oknum militer melakukan bisnis ilegal. Berbagai konflik yang
terjadi didaerah menjadi bisnis ilegal oknum militer, untuk kepentingan
keamanan didaerah konflik. Oknum ini menyediakan jasa-jasa keamanan
dan pengamanan. Selain bisnis keamanan bisnis lainnya dilakukan oleh
oknum militer adalah ilegal loging atau penyelundupan kayu. Maka sangat
dapat dipastikan ketika kegitan-kegiatan ini dilakukan maka akan
terjadi benturan dengan berbagai pihak termasuk masyarakat kecil yang
pasti menjadi korban.
Percepat Restrukturisasi Bisnis TNI
Berbagai
fakta dilapangan menunjukan upaya –upaya untuk mensejahterakan
militer melalui unit-unit usahanya baik yang legal apalagi yang
ilegal ternyata justru menjauhkan militer dari profesionalisme.
Militer yang profesional dibawah kontrol sipil merupakan unsur
terpenting dalam sistem demokrasi. Sehingga percepatan reformasi TNI
dalam transisi demokrasi di Indonesia ini adalah pekerjaan besar dan
wajib diselesaikan oleh negara.
Undang-Undang No 34
tahun 2004 tentang Tentara Nasional indonesia pasal 78 menyatakan
bahwa dalam jangka waktu lima tahun semenjak berlakunya undang-undang
ini, pemerintah harus mengambil alih seluruh aktivitas bisnis yang
dimiliki dan dikelola oleh TNI baik secara langsung maupun tidak
langsung
Kita bisa melihat dengan adanya
undang-undang ini ada keinginan yang kuat untuk melakukan upaya-upaya
menuju TNI yang profesional. Memang harus dikaui upaya ini tidak mudah
karena bisnis militer memiliki dampak yang sangat besar pada berbagai
bidang kebijakan dalam tubuh militer.
Sebagaimana
yang direkomendasikan oleh Tim Perumus Pokja Restrukturisasi bisnis
militer dalam buku menuju TNI yang profesional restrukturisasi bisnis
TNI diterbitkan oleh FES dan LESPERSSI Paling tidak ada 3 hal yang
menjadi alasan kenapa bisnis militer harus dihentikan pertama aktivitas
bisnis militer menganggu profesional dan soliditas TNI, kedua
aktivitas menganggu mekanisme ekonomi pasar, ke tiga dengan bisnis
militer menghasilkan profit atau dana sehingga secara independen
tentara memiliki seumber dana sendiri diluar anggaran negara yang
justru bisa disalahgunakan karena tidak terkontrol.
Oleh
sebab itu retrukturisasi bisnis militer harus dilakukan , memang
perdebatan jangka waktu retrukturisasi masih menjadi perdebatan,
semakin cepat dilakukan restrukturisasi maka semakin cepat pula TNI
menjadi profesional. Sebagaimana tercantum dalam pasal 2 UU No.
34/2004 ttg TNI; Tentara profesional diartikan adalah tentara yang
terlatih, terdidik diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis,
tidak berbisnis dan dijamin kesejahteraannya serta mengikuti
kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi
sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional dan hukum
internasional yang diratifikasi.
(Tulisan dimuat di Harian Koran Bali, 7 Juni 2007)
0 komentar:
Posting Komentar