JL. Plawa No. 57 Denpasar, Telp. (0361) 223010, Fax. (0361) 227465 Email: lbhbali@indo.net.id

Oleh. Ni Luh Gede Yastini, SH.


Bagaimana perempuan dalam pembangunan ? Apakah pembangunan sudah melibatkan partisipasi perempuan ? Apakah setiap warga khususnya perempuan sudah mempergunakan haknya untuk terlibat di dalam kegiatan yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tak langsung ?

Otonomi Daerah yang berlaku sejak 1 Januari 2001, adalah sebagian dari cita-cita reformasi untuk mengakhiri pemerintahan yang sentralistik kepada politik desentralisasi agar aspirasi dan kebutuhan masyarakat lebih mudah diakomodir, sehingga partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan maupun kontrol program akan lebih mudah dilakukan, dan sumber daya lokal dapat dikembangkan secara optimal demi mendukung proses pembangunan di republik ini

Partisipasi masyarakat menjadi salah satu indikator dalam menilai keberhasilan program pembangunan khususnya dlam menilai pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium (MGDs – Millenium Development Goals) yang telah disepakati dan ditandatangani oleh 192 negara termasuk Indonesia pada tahun 2000. MDGs yang terdiri dari 8 goals (tujuan) diantaranya : menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar bagi semua, mencapai pendidikan dasar bagi semua mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain, memastikan kelestarian lingkungan hidup dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Beberapa indikator yang digunakan dalam penilaian MDGs yakni partisipasi, efektivitas, efisiensi, visi ke depan serta transparansi dan akuntabilitas. Penilaian pencapaian MDGs ini sudah diuji coba di propinsi Bali dan Kabupaten Karangasem Bali pada bulan Agustus dan Oktober 2007 yang dilakukan oleh YLBHI LBH Bali bekerjasama dan KAPAL Perempuan dengan Duta Besar MDGs untuk Asia-Pasifik dan Partnership. Penilaian yang melibatkan dari unsur Pemda dan Ormas/ LSM/ tokoh masyarakat yang tetap memperhatikan keseimbangan gender ini memberikan penilaian atas pencapaian MDGs tersebut.

Dari beberapa indikator tersebut menunjukkan bahwa dari penilaian yang dilakukan khususnya untuk indikator partisipasi masih dinilai kurang maksimal apalagi untuk partisipasi perempuan dinilai masih sangat rendah. Selama ini partisipasi perempuan dinilai lebih banyak di tingkat pelaksanaan program tetapi dalam perencanaan, perumusan, penyusunan, memutuskan apalagi monitoring dan evaluasi pembangunan ini masih sangat kurang. Alasan kurangnya partisipasi perempuan dalam pembangunan ini diantaranya : selama ini khususnya dalam pengambilan keputusan terhadap program pembangunan ini masih di dominasi laki-laki karena memang budaya patriarki yang masih kuat disamping juga karena masih jarangnya perempuan yang ikut mengambil peran dalam ranah publik.

Dalam tulisan ini hanya akan dibahas Khusus untuk penilaian goals 2 dan goals 3 dari MDGs. Goals 2 yaitu pendidikan dasar bagi semua dimana target dari goals ini adalah Menjamin semua anak perempuan dan laki-laki di area menyelesaikan jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) yang mana indikator dari goals 2 ini adalah angka partisipasi murni (APM) dan juga melek huruf usia 15 – 24 tahun dimana kalau melihat dari hasil penilaian yang telah dilakukan dinilai masih kurang. Hal ini bila mengacu dari APM di Bali khususnya yakni berdasarkan Laporan Penelitian Studi Kebijakan Pendidikan Berwawasan gender di Propinsi Bali (studi lanjutan) PSW Univ. Udayana tahun 2005 ternyata menunjukkan bahwa angka partisipasi murni (APM) masih menunjukkan ketimpangan antara laki-laki dan perempuan khususnya ketika menginjak ke tingkat Sekolah Menengah lanjutan Pertama (SMP) dengan angka APM = 68,04 % perempuan dan 70,65% laki-laki. Demikian juga halnya dengan melek huruf di Bali cukup tinggi yang mana lebih banyak di alami oleh kaum perempuan dengan angka 12,3 % dan laki-laki 4,6%.

Pemahaman bahwa pendidikan bagi perempuan tidak perlu terlalu tinggi karena toh perempuan nantinya akan kembali ke sumur, dapur dan kasur, kemudian biaya pendidikan masih sangat mahal serta juga ada beberapa daerah yang secara geografis sangat sulit untuk dijangkau menjadi kendala dalam dunia pendidikan. Bicara tentang biaya pendidikan, dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 4 disebutkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD yang kemudian dipertegas melalui pasal 49 ayat 1 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, yang menyebutkan bahwa Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Demikian juga dengan goals 3 yakni : mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dimana target dari goals 3 ini adalah Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005 dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015 dimana indikator dari target ini adalah : rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di tingkat pendidikan dasar, lanjutan dan tinggi yang diukur melalui angka partisipasi murni anak perempuan terhadap anak laki-laki, rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki usia 15-24 tahun yang diukur melalui angka melek huruf perempuan/laki-laki, dan proporsi kursi DPR yang diduduki perempuan. Kalau dilihat dari bagaimana proporsi perempuan yang duduk di kursi DPRD ini tentunya masih sangat rendah yakni 4,4% dari total 385 jumlah anggota DPRD se-Bali atau hanya 17 orang perempuan dan 368 orang laki-laki. Hal ini tentu sangat memprihatinkan di tengah-tengah gencarnya program affirmative action dan juga quota 30% bagi perempuan.

Untuk itu berdasarkan penilaian yang telah dilakukan tersebut ada beberapa rekomendasi yang diharapkan agar ke depan bisa diwujudkan yakni :
  • Pentingnya meningkatkan partisipasi masyarakat, terutama perempuan dan kelompok marginal lainnya, dimulai dari perencanaan pembangunan melalui MUSRENBANG di tingkat Desa, Kecamatan dan Kabupaten, serta dalam pelaksanaannya.
  • Pentingnya membangun kerjasama dengan tokoh adat untuk meningkatkan partisipasi perempuan.
  • Pentingnya menganggarkan dana yang cukup untuk sektor-sektor pelayanan kepada masyarakat, khususnya untuk pendidikan dana 20% harus direalisasikan dan diimplementasikan secara tepat dan terarah.
(Tulisan ini telah dimuat di harian FAJAR BALI tanggal 14 Mei 2008)

0 komentar:

Posting Komentar